Siap-siap! PKL-UMKM Tak Bersertifikat Halal Bisa Didenda Rp 2 Miliar
2 min readTabloidpengusaha.com – Sertifikasi halal untuk setiap produk makanan dan minuman akan mulai diberlakukan pada 17 Oktober 2024. Hal ini bersifat wajib. Bahkan ada sanksi administratif hingga denda Rp 2 miliar bagi pelaku usaha yang tidak patuh.
Produk yang tidak bersertifikat halal melebihi batas waktu akan dikenakan sanksi yang sesuai aturan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Dalam aturan tersebut, pasal 149 ayat 2 menyebut sanksi administratif yang dikenakan pelaku usaha, berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal dan/atau penarikan barang dari peredaran.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah),” bunyi pasal 149 ayat 6.
Asisten Deputi Perlindungan dan Kemudahan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Muhammad Firdaus mengatakan telah menyiapkan sejumlah upaya untuk mendorong sertifikasi halal bagi produk UMKM, termasuk pedagang kaki lima. Hal ini agar pelaku UMKM termasuk PKL tak mendapat sanksi seperti yang tertuang dalam aturan tersebut.
“Ketentuan memang begitu dari PP Nomor 39 tahun 2021 ya, mulai dari administratif atau diingatkan dulu atau apa. Dilihat lagi secara ketentuan memang begitu. Makanya kita nanti coba kolaborasikan dengan semua pihak,” kata Firdaus.
Firdaus menerangkan pihaknya telah membuat program pendampingan untuk pelaku UMKM di 15 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Pihaknya akan memberikan sertifikasi halal kepada 1.000 produk UMKM secara gratis di setiap titik tersebut.
Sehingga secara total akan ada 15 ribu produk UMKM yang akan diberikan sertifikat halal. Hanya saja, menurutnya, angka ini masih kecil untuk memenuhi target pemerintah, yakni 10 juta sertifikasi halal yang diterbitkan.
Untuk diketahui, dari Oktober 2019 sampai dengan Februari 2024 baru diterbitkan sebanyak 3.817.543 sertifikat halal. Dengan begitu, dibutuhkan lebih dari 6 juta produk UMKM untuk mencapai target tersebut.
“Kami punya program untuk melakukan pendampingan di lima belas titik sebanyak seribu orang. Jadi, ya sekitar 15 ribu orang. Jadi, itu cuma pemicu aja. Di 15 titik tadi menjadi pemicu yang lainnya. Itu sebagai salah satu sosialisasi kami,” jelasnya.
Faisal mengungkapkan ada sejumlah kendala yang harus dihadapi, salah satunya sebagian besar pelaku usaha masih belum paham terkait prosedur hingga pentingnya sertifikat halal. Selain itu, terbatasnya konektivitas internet dan kemampuan pelaku usaha dalam penggunaan teknologi pun jadi hambatan besar.
Tak hanya itu, rumah potong hewan (RPH) pun masih banyak yang belum bersertifikat halal. Hal ini menyulitkan pelaku usaha untuk memperoleh bahan baku halal. Padahal bahan baku halal menjadi salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikat halal.
“Banyak produk yang bahan bakunya belum dipastikan halal, misal soto ayam daging, fried chicken. Itu kan bahan bakunya dikatakan halal, tapi belum bisa dipastikan kehalalan dari sisi pemastian kehalalannya dari hulu. Masih banyak RPH yang belum punya sertifikat halal,” tukasnya.